Sabtu, 13 April 2013

LANDASAN TEORI PEMBIASAN PADA KACA PLAN PARALEL

III. LANDASAN TEORI
Pembiasan cahaya berarti pembelokan arah rambat cahaya saat melewati bidang batas dua medium bening yang berbeda indeks biasnya. Pada Hukum I Snellius berbunyi, “sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar. Sedangkan Hukum II Snellius berbunyi, “jika sinar datang dari medium renggang ke medium rapat (misalnya dari udara ke air atau dari udara ke kaca), maka sinar dibelokkan mendekati garis normal. Jika sebaliknya, sinar datang dari medium rapat ke medium renggang (misalnya dari air ke udara) maka sinar dibelokkan menjauhi garis normal”. Contoh penerapan Hukum Snellius, misalkan pada cahaya yang merambat dari medium 1 dengan kecepatan v1 dan sudut datang i menuju ke medium 2. Saat di medium 2 kecepatan cahaya berubah menjadi v2 dan cahaya dibiaskan dengan sudut bias r seperti diperlihatkan pada gambar di bawah ini :
Pada contoh di atas, terlihat bahwa sinar datang (i) > sinar bias (r) atau dengan kata lain sinar bias mendekati garis normal, terjadi ketika sinar menembus batas bidang dari medium renggang ke medium rapat. Bila sinar berasal dari sebaliknya, yakni dari medium rapat ke medium rengang, maka sinar menjauhi garis normal (i < r) dan terjadi pemendekan semu. Bila sudut datang terus diperbesar, maka tidak ada lagi cahaya yang dibiaskan, sebab seluruhnya akan dipantulkan. Sudut datang pada saat sudut biasnya mencapai 90°, dimana sudut ini ini disebut sudut kritis (saat sin r = sin 90 = 1).
Kaca plan paralel atau balok kaca adalah keping kaca tiga dimensi yang kedua sisinya dibuat sejajar
Persamaan pergeseran sinar pada balok kaca :
Keterangan :
d : tebal balok kaca, (cm)
i : sudut datang, (°)
r : sudut bias, (°)
t : pergeseran cahaya, (cm)
Berikut merupakan gambar dari Pembiasan Kaca Plan Paralel :


a. kaca plan paralel

Kaca plan paralel atau balok kaca adalah keping kaca tiga dimensi yang kedua sisinya dibuat sejajar
cahaya yang mengenai kaca planparalel akan mengalami dua pembiasan, yaitu pembiasan ketika memasuki kaca planparalel dan pembiasan ketika keluar dari kaca plan paralel.
Pada saat sinar memasuki kaca :
Sinar datang  ( i ) dari udara (medium renggang) ke kaca (medium rapat)  maka akan dibiaskan ( r ) mendekati garis normal ( N ).
Pada saat sinar keluar dari kaca
Sinar datang  ( i' ) dari udara (medium renggang) ke kaca (medium rapat)  maka akan dibiaskan ( r' ) menjauhi  garis normal ( N )
Selain itu, sinar yang keluar dari kaca palnparalel mengalami pergeseran sejauh t dari arah semula, dan besarnya pergeseran arah sinar tersebut memenuhi persamaan berikut :
Keterangan :
d = tebal balok kaca, (cm)
i = sudut datang, (°)
r = sudut bias, (°)
t = pergeseran cahaya, (cm)




PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Dengan  adanya  praktikum  fisika dasar  II tentang Pembiasan Pada Kaca Plan Paralel maka kami sebagai mahasiswa fisika diharapkan mengetahui sifat pembiasan pada kaca plan paralel. Pembiasan itu sendiri merupakan  peristiwa pembelokan cahaya atau sinar yang ditransmisikan dengan kemiringan tertentu melalui batas antara dua medium dengan indeks bias yang tidak sama. Pembiasan pada kaca plan paralel mengunakan kaca plan paralel yang mana kaca plan paralel itu merupakan keping kaca tiga dimensi yang kedua sisinya dibuat sejajar.  Pada sinar yang datang dan yang dibiaskan atau ditransmisikan dan garis normalnya, semua terletak dalam bidang yang sama. Berkas sinar masuk dari salah satu sisi balok kaca dengan sudut datang i dan lalu mengalami pembiasan dua kali. Pertama, saat melewati bidang batas antara udara dan balok kaca, berkas sinar dibiaskan dengan sudut bias r. Kedua, saat melewati bidang batas antara balok kaca dan udara, berkas sinar datang ke bidang batas dengan sudut datang i' dan sudut bias r'. Pembiasan pada kaca serta bayangan yang dihasilkan oleh lensa jika disinari oleh suatu sinar. Berkas cahaya yang dihasilkan oleh lensa tersebut, akan di selidiki sifat bias yang dimiliki oleh cahaya tersebut. Oleh sebab itu perlunya dilakukan pratikum ini untuk menyelidiki sifat pembiasan yang dihasilkan oleh kaca plan paralel dan menyelidiki sifat bias yang dimiliki oleh kaca tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Giancolli. 2001. Fisika Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sutrisno. 1979. Fisika dasar seri listrik magnet dan termofisika listrik. Bandung:         ITB.
Tipler, Paul. 1991. Fisika  Untuk Sains dan Teknik Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Young, Hugh. 2003. Fisika Universitas Jilid 2. Jakarta : Erlangga.



1.6. Tinjauan Pustaka
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa cahaya berjalan menempuh garis lurus pada berbagai keadaan. Kenyataannya, kita menentukan posisi benda di lingkungan kita dengan menganggap bahwa cahaya bergerak dari benda tersebut ke mata kita dengan lintasan garis lurus.

Anggapan yang masuk akal ini mengarah ke model berkas dari cahaya. Model ini menganggap bahwa cahaya berjalan dalam lintasan yang berbentuk garis lurus yang disebut berkas cahaya. Sebenarnya, berkas merupakan idealisasi; dimaksudkan untuk mempresentasikan sinar cahaya yang sangat sempit. Ketika kita melihat sebuah benda, menurut model berkas, cahaya mencapai mata kita dari setiap titik pada benda; walaupun berkas cahaya meninggalkan setiap titik dengan banyak arah, biasanya hanya satu kumpulan kecil dari berkas-berkas ini yang dapat memasuki mata si peneliti. Jika kepala orang tersebut bergerak ke satu sisi, kumpulan berkas yang lain akan memasuki mata dari setiap titik.

Ketika sebuah berkas cahaya mengenai sebuah permukaan bidang batas yang memisahkan dua medium berbeda, seperti misalnya sebuah permukaan udara kaca, energi cahaya tersebut dipantulkan dan memasuk medium kedua, perubahan arah dari sinar yang ditransmisikan juga disebut pembiasan.

Pada gambar di atas menunjukkan cahaya mengenai sebuah permukaan udara kaca yang rata. Sinar yang memasuki kaca disebut sinar yang dipantulkan, dan sudut θ2 disebut sudut bias. Sudut bias lebih kecil dari sudut datang θ1 seperti ditunjukkan pada gambar. Jadi, sinar yang dipantulkan dibelokkan menuju garis normal (Tipler, 1991: 446-447).
Konsep dasar pembiasan cahaya adalah Hukum Snellius yang terbagi menjadi dua yaitu:

1.      Hukum I Snellius berbunyi “ Sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar”.
2.      Hukum II Snellius berbunyi “ Jika sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat (misalnya: dari udara ke air atau dari udra ke kaca), maka sinar di belokkan mendekati garis normal. Jika sebaliknya, sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat maka sinar di belokkan menjauhi garis normal”.
Ketika cahaya melintas dari suatu medium ke medium lainnya, sebagian cahaya datang dipantulkan pada perbatasan. Sisanya lewat ke medium yang baru. Jika seberkas cahaya datang membentuk sudut terhadap permukaan (bukan hanya tegak lurus), berkas tersebut dibelokkan pada waktu memasuki medium yang baru. Pembelokan ini disebut pembiasan.
Sudut bias bergantung pada laju cahaya kedua  media dan pada sudut datang. Hubungan analitis antara q1 dan q2 ditemukan secara eksperimental pada sekitar tahun 1621 oleh Willebrord Snell (1591-1626). Hubungan ini dikenal sebagai hukum snell dan dituliskan:
n1 sin q1  =  n2 sin q2
q1 adalah sudut datang dan q2 adalah sudut bias (keduanya diukur terhadap garis yang tegak lurus permukaan antara kedua media) n1 dan n2 adalah indeks-indeks bias materi tersebut. Berkas-berkas datang dan bias berada pada bidang yang sama, yang juga termasuk garis tegak lurus terhadap permukaan. Hukum Snell merupakan dasar Hukum pembiasan.
Jelas dari hukum Snell bahwa jika n2 > n1,  maka q2 > q1, artinya jika cahaya memasuki medium dimana n lebih besar (dan lajunya lebih kecil), maka berkas cahaya dibelokkan menuju normal. Dan jika n2 > n1, maka q2 > q1, sehingga berkas dibelokkan menjauhi normal. (Giancoli, 2001: 243-259)
Jika seberkas cahaya datang tegak lurus pada permukaan sekeping kaca, bagian berkas cahaya yang datang pada keping kaca akan diteruskan tanpa berubah arah (sudut datang sama dengan nol derajat). Berkas cahaya yang datang pada prisma di sebelah atas akan mengalami pembelokan atau deviasi ke bawah. Besar deviasi ini bergantung pada sudut puncak prisma dan indeks bias prisma. Dengan cara yang sama, bagian berkas cahaya yang jatuh pada prisma di sebelah bawah akan mendapat deviasi keatas    (Sutrisno, 1979: 129-130).
Ketika sebuah cahaya mengenai sebuah permukaan bidang batas yang memisahkan dua medium berbeda. Energi cahaya tersebut dipantulkan dan memasuki medium kedua. Perubahan arah dari sinar yang ditransmisikan tersebut disebut pembiasan.
Saat cahaya masuk pada sebuah permukaan yang memisahkan dua medium dimana laju cahayanya berbeda, sebagian energi cahaya ditransmisikan dan sebagian lagi dipantulkan. Sudut pantul sama dengan sudut datang q1 = q2
Sudut bias bergantung pada sudut datang dan indeks bias dari kedua medium serta diberikan oleh hukum Snellius tentang pembiasan
n1 sin q1  =  n2 sin q2
dimana indeks bias sebuah medium n adalah perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa c terhadap laju cahaya di dalam medium tersebut v.
n= c/v
Jika cahaya berjalan dalam sebuah medium dengan indeks bias n1 dan datang pada bidang batas dari medium kedua dengan indeks bias yang lebih kecil n1=n2, maka cahaya tersebut terpantul secara total jika sudut datangnya lebih besar dari sudut kritis qc yang diberikan oleh :
Bila sebuah gelombang cahaya menumbuk sebuah antarmuka (interface) halus yang memisahkan dua material trasparan (material tembus cahaya) seperti udara dan kaca atau air dan kaca, maka pada umumnya sebagian gelombang itu direfleksikan dan sebagian lagi direfraksikan atau ditransmisikan ke dalam material kedua.
Segmen-segmen gelombang yang dapat di direpresentasikan sebagai paket-paket sinar yang membentuk berkas cahaya. Untuk sederhananya kita seringkali hanya menggambarkan satu sinar dalam setiap berkas.
Kita menjelaskan arah sinar masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan ( yang ditrasmisikan) pada antar muka yang halus di antara dua material optic sebagai sudut-sudut yang dibuat oleh sinar-sinar itu dengan normal terhadap permukaan tersebut di titik masuk. Jika antarmuka itu kasar, cahaya yang ditransmisikan dan cahaya yang direfleksikan tersebut dihamburkan ke berbagai arah, dan tidak ada sudut transmisi tunggal atau sudut refleksi tunggal. Refleksi pada sudut tertentu dari sebuah permukaan yang sangat halus dinamakan refleksi spekular (spekular reflection), refleksi yang dihamburkan dari sebuah permukaan kasar dinamakan difersi tersebar (diffuse reflection)
Indeks refraksi dari sebuah material optik yang dinyatakan dengan n memainkan peranan penting dalam optika geometrik. Indeks refraksi tersebut adalah rasio dari laju cahaya c dalam ruang hampa terhadap laju cahaya v dalam material itu : n= c/v
Cahaya selalu berjalan lebih lambat di dalam material daripada di dalam ruang hampa, sehingga nilai n dalam medium apapun selain ruang hampa, n=1. Karena n adalah rasio dari dua laju, maka n adalah bilangan murni tanpa satuan.
Laju gelombang v berbanding terbalik dengan indeks refraksi n. Semakin besar indeks refraksi dalam suatu material, semakin lambat kaju gelombang dalam material tersebut

kajian putaka kalor jenis

1.1  Latar Belakang
Kita menggunakan istilah kalor dalam kehidupan sehari-hari seakan-akan kita tahu apa yang kita maksud. Tetapi istilah tersebut tetap digunakan secara tidak konsisten, sehingga perlu bagi kita untuk mendefinisikan kalor secara jelas, serta menerangkan fenomena dan konsep yang berhubungan dengan kalor tersebut(Glancoli, 1997).

Kalor adalah energy yang ditransfer karena tinggi ke benda bersuhu rendah, merupakan energy yang ditransfer dari benda yang panas ke benda yang dingin, maka kalor merupakan energy yang ditransfer dari suatu benda ke benda yang lain karena perbedaan suhu.

Bila energi panas ditambahkan pada suatu zat, maka temperature zat itu biasanya naik. Jumlah energy panas Q yang dibutuhkan untuk menaikkan temperature suatu zat adalah sebanding dengan perubahan temperature dan massa zat itu (Q=C   T  = mc     T) dengan C adalah kapasitas panas zat, yang didefinisikan sebagai energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu zat dengan satu derajat. Panas jenis C adalah kapasitas panas persatuan massa(Tipler, 1991).


 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pengertian Kalor Jenis

Kalor  adalah sesuatu yang dipindahlan diantara sebuah sistem dan sekelilingnya sebagai akibat dari hanya perbedaan temperatur. Konsep kalor sebagai sebuah zat yang jumlah seluruhnya tetap konstan akhirnya tidak mendapat dukungan eksperimen(Wiley, 1978).
Karakteristik bahan dalam penyerapan kalor ini dinyatakan dalam besaran kalor jenis. Kalor jenis suatu bahan didefinisikan sebagai kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 kg bahan tersebut sebesar 1 C(Astra, 2006).

Kalor jenis suatu zat adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan atau melepaskan suhu tiap satu kilogram massa. Sutau zat sebesar 1 C atau satu Kelvin atau dapat ditulis sebagai kapasitas kalor suatu benda adalah kemampuan suatu benda untuk menerima atau menurunkan suhu benda sebesar 10 C(Marskip, 2009).

2.2  Pengertian Kalorimeter
Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor yang terlibat dalam suatu perubahan atau reaksi kimia. Pada dasarnya, kalor yang dibebaskan atau diserap menyebabkan perubahan suhu pada calorimeter. Ada 2 tipe calorimeter yaitu calorimeter Bum dan calorimeter larutan Kalorimeter Bum adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor(nilai kalori) yang dibebaskan pada pembakaran sempurna suatu senyawa. Contohnya adalah calorimeter makanan. Kalorimeter larutan adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor yang terlibat pada reaksi kimia dalam system larutan(Mubi, 2010).
Prinsip penting yang digunakan dalam calorimeter adalah hokum kekekalan energy. Hokum ini menyatakan bahwa energy tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, melainkan berubah dari bentuk yang satu menjadi bentuk yang lain(Esomer, 1996).

2.3  Pengertian Termometer
Thermometer adalah system indicator(petunjuk) kesetimbangan termal antara system yang satu dan yang lain. Suhu yang ditunjuk thermometer adalah suhu tiap system yang dalam kesetimbangan termal dan kepekaannya(perubahan koordinat keadaan akibat sedikit saja perubahan suhu dapat tertukar)(Zemanskie, 1962).
Tiap sifat thermometer dapat digunakan untuk menetapkan suatu skala dan membentuk sebuah thermometer. Thermometer air raksa terdiri dari bola gelas dan pipa yang berisi sejumlah air raksa tertentu. Temperature diukur dengan membandingkan ujung kolom air raksa dengan tanda-tanda pada gelas(Tipler, 1991).

2.4  Prinsip kerja Kalorimeter
Menurut Bresnick(2000), prinsip kerja calorimeter didasarkan azas Black :
  1. Jika suatu benda yang suhunya berbeda didekatkan satu sama lain maka suhu akhir kedua benda akan sama.
  2. Jumlah kalor yang diterima sama dengan kalor yang diberikan. Kalorimeter tersusun dari wadah yang terbuat dari logam kalor seperti sterofom.
Usaha peningkatan efektifitas dari alat penukar kalor perlu ditingkatkan karena dengan meningkatkan efektisitas alat penukar kalor dapat menghemat energy disektor industry(Zainuddin, 2005).


DAFTAR PUSTAKA

Alyospikel. 2010. Termometer. http://alyoskipel.blogspot.com/2010 diakses  tanggal 7 Oktober
Astra, I. dan Setiawan H. 2006. Fisika untuk SMA dan MA kelas10. Piranti Darama Kalokatama: Jakarta
Crook, J. 2010. Timbangan digital. http://www.articelsnatch.com/Article/Benefits-of-Digital-Scales/1600726 diakses tanggal 10 Oktober 2010
Glancoli.C, Douglas. 1997. Fisika Jilid1 edisi empat. Erlangga: Jakarta
Kinardi, AK, dkk. 1997. Pelajaran Fisika SMU kelas1. Erlangga: Jakarta
Mansur.2010.htpp://bisnis.tenue.co.id/Artikel-bisnis/4teknologi/33-artikel-timbangandigitalbzerba.html/ diakses tanggal 7 Oktober 2010
Narskip. 2010. Kalor. http://narskip.blogspot.com/2010 diakses tanggal 7 Oktober 2010
Snps. 2010. Kalor Jenis. www.snps.its.ac.id/ diakses tanggal 7 Oktober 2010
Usu. 2010. Kalor Jenis. http://www.usu.ac.id/artikel/shell.tittle.pdf diakses tanggal 7 Oktober 2010
Wahyu, S. dkk. 2010. Analisis Perpindahan Panas pada Saluran Berliku.Teknik Mesin : Universitas Brawijaya
Wikipedia. 2010. Prinsip Kerja Kalorimeter. http://wikipedia.org/wiki/2010 diakses 7 Oktober 2010
Willey, J., Suns.1978. Fisika jilid1 edisi ketiga. Erlangga: Jakarta
Zainuddin, dkk. 2005. Studi Eksperimental Efektivitas Alat Penukar Kalor Shell and Tube dengan Memanfaatkan Gas Buang Mesin Diesel sebagai Pemanas Air. Institut Teknologi Medan(ITM)

Rabu, 10 April 2013

FUNGSI BAHASA




• Secara umum fungsi bahsa sebagai alat komunikasi: lisan maupun tulis

• Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut:

a) Fungsi informasi
b) Fungsi ekspresi diri
c) Fungsi adaptasi dan integrasi
d) Fungsi kontrol sosial

2. Fungsi Bahasa Indonesia

• Menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan:

a) Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu
b) Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain
c) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
d) Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
e) Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu
f) Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi
g) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi

3. Fungsi Bahasa Indonesia

• Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus, yaitu:

a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

4. Fungsi Bahasa Indonesia

• Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai fungsi:

a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

5. Fungsi Bahasa Indonesia

• Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan atau distandarkan.

a) Ejaan Van Ophuijen (1901)
b) Ejaan Soewandi (1947)
c) Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun 1972)
d) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Istilah (1975)
e) Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)

6. Fungsi Bahasa Indonesia

• Bahasa Indonesia memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu:

a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan baik dan benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam bahasa